Skip navigation

Apa yang terlintas dalam benak kalian saat mendengar kata ‘anak gembala’?

Kawan, dulu guru-guru SD saya cukup sering menggambarkan anak gembala (Jawa: bocah angon) dengan cara yang negatif. Anak gembala itu tidak berpendidikan, pergaulannya hanya dengan binatang, tidak bisa baca dan tulis, dan seterusnya. Jadi, setiap kali ada murid yang malas atau tidak berlaku sopan biasanya dihadiahi kata-kata “koyo cah angon  wae” atau “ojo koyo cah angon kae” (jangan seperti anak gembala itu). Malang sekali ya nasib anak gembala kala itu; sering dikambinghitamkan dan diremehkan.

anak gembala vietnam — gambar dari nationalgeographic.com

Citra buruk penggembala mungkin mencerminkan keadaan mereka pada suatu masa. Tapi dari situ juga kita bisa mengambil pelajaran berharga yang berguna sepanjang hayat. Kalau saya sendiri, dengan melihat mereka, akan muncul hal seperti ini:

Pekerjaan yang menuntut kesabaran, ketekunan, dan kejujuran

Penggembala kan sebenarnya seorang pemimpin, meski yang dipimpin adalah hewan ternak. Kalau menggembala di dekat hutan, tentunya tidak lepas dari ancaman binatang buas yang mengintai. Penggembala dituntut untuk menjaga keselamatan anak buahnya dari saat keluar kandang sampai pulang. Penggembala juga harus bisa menjaga ternaknya agar tidak merusak tanaman milik orang lain. Penggembala itik harus jeli untuk mengumpulkan telur karena itik bisa saja bertelur di sembarang tempat saat digembalakan. Selain itu mereka harus siap berlumur lumpur.

Ketika penggembala dan anak buahnya bisa leluasa berlalu lalang, berarti ekosistem daerah itu masih belum rusak parah. Padang rumput atau daerah khusus untuk mengggembala binatang masih tersedia. Sekarang ini, dengan banyaknya lahan yang diubah menjadi tempat pemukiman dan pendirian berbagai bangunan membuat wilayah untuk menggembala kian terbatas, bahkan nyaris tidak ada sama sekali. Ternak pun hanya bisa jalan-jalan di kandang yang sempit, atau jika pemiliknya baik hati, dicancang di pekarangan.

Punya peran dalam menjaga kesehatan masyarakat: kualitas produk binatang yang diumbar (dibiarkan bebas berkeliaran di alam/tempat gembalaan) berada di atas binatang yang hanya dikandangkan, apalagi jika binatang kandangan ini diberi makanan yang tidak alami (misalnya sapi yang diberi pakan biji-bijian).

??? (ada yang ingin menambahkan?)

Di samping membangun taman kota atau arena bermain, mungkin menyediakan lahan penggembalaan ternak tidak kalah berguna.

Di samping itu, dalam sejarah tercatat jika hampir semua nabi pernah melakoni menjadi penggembala kambing. Nabi Daud as, Musa as, dan Muhammad saw contohnya. Sangat mungkin kan, pekerjaan itu diskenariokan untuk melatih mereka sebelum “menggembalakan manusia”.

Sebagai penghargaan buat mereka, ini ada soneta tentang penggembala

GEMBALA

Perasaan siapa takkan nyala

Melihat anak berlagu dendang

Seorang saja di tengah padang

Tiada berbaju buka kepala

Beginilah nasib anak gembala

Berteduh di bawah kayu nan rindang

Semenjak pagi meninggalkan kandang

Pulang ke rumah di senja kala

Jauh sedikit sesayup sampai

Terdengar olehku bunyi serunai

Melagukan alam nan molek permai

Wahai gembala di segara hijau

Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau

Maulah aku menurutkan dikau

(Muhammad Yamin)

domba skotlandia — sumber: nationalgeographic.com

6 Comments

  1. di sudut desaku sini ada juga penggembala domba atau pemiliknya ya, tapi lbh sering dibiarkan begitu sj sih dombanya merumput di sekitar sungai

    • wahh, asyik dong…
      kalo lihat foto2nya lingkungan sekitar Mbak masih asri dan terjaga 🙂

  2. di sini namanya budak angon….. tapi sekarang sudah jarang terlihat…

    • wah.. bahasanya tidak jauh beda ya…
      di tempat saya juga sudah jadi pemandangan langka..

      • kalau gitu sama….
        di sini banyak anak usia sekolah malah berkeliaran di pasar…

      • di sini ada juga, tapi ga banyak, dan bukan penduduk lokal..
        andai bisa melakukan sesuatu…


Leave a reply to violetcactus Cancel reply